Flaming Arrow Glitter Purple

Kamis, 03 Desember 2015

Ringkasan Materi Fikih Kelas IX semester 2

A. Pengertian dan Hukum Gadai
Gadai menurut istilah syara' ialah penyerahan suatu benda yang berharga dari seseorang kepada orang lain untuk mendapatkan hutang. Hukum asal gadai adalah mubah/boleh. Allah SWT berfirman :
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ  وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ  وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan (borg) yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-­Baqarah : 283)

B. Pemanfaatan Barang Gadai
Barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya oleh baik oleh yang menggadaikan maupun oleh penerima gadai, kecuali jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Pihak yang menggadaikan tidak lagi mempunyai barang tersebut secara sempurna, sementara itu pihak penerima gadai hanya berhak menahan barang gadai, tidak memilikinya.
C. Hikmah Gadai
Gadai disyari'atkan untuk memelihara harta agar tidak hilang hak pemberi pinjaman. Apabila telah jatuh tempo, yang memberi jaminan wajib membayar. Jika ia tidak bisa membayar, maka jika penggadai mengijinkan kepada yang mendapat jaminan dalam menjualnya, ia menjualnya dan membayar hutang. Dan jika tidak, penguasanya memaksanya membayarnya atau menjual barang yang digadaikan. Jika ia tidak melakukan, niscaya penguasa/pemerintah menjualnya dan membayarkan hutangnya. Gadai adalah amanah di tangan penerima gadai (kreditor) atau orang yang diberi amanah, ia tidak bertanggung jawab kecuali ia melakukan tindakan melewati batas atau melakukan kelalaian.
D. Pengertian dan Hukum Borg
Borg atau jaminan dalam fiqih adalah penyerahan suatu barang sebagai penguat hutang-pihutang. jaminan benda sebagai borg ini akan diambil oleh orang berhutang jika hutangnya telah dibayar. Jika waktu pembayaran yang ditentukan telah tiba dan hutangnya belum dibayar, maka borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti hutang dan jika ada kelebihannya akan dikembalikan kepada orang yang berhutang. Hukum borg ialah seperti hutang-piutang yaitu sunnat bagi yang memberikan hutang (menerima borg) dan mubah bagi yang berhutang (menyerahkan borg/jaminan).
E. Pemanfaatan Borg
Perbedaan antara borg dan gadai adalah dalam hal pemanfaatan barang. Pemanfaatan borg tetap berada pada pemilik barang. Sebagai contoh : Seseorang meminjam uang dengan jaminan (borg) tanah sawahnya, maka penggarapan dan hasil panen menjadi milik hak si Penerima barang.
Ingat !!!
Apabila kita melakukan akad gadai, pemanfaatan barang yang digadaikan harus dibicara sejak awal perjanjian agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan.

A. Pengertian dan Hukum Memberikan Upah
Upah dalam bahasa arab disebut dengan ( اَلاَْجْرُ ) yang berarti balasan. Upah menurut istilah adalah pemberian sesuatu barang atau uang kepada seseorang yang telah bekerja, sebagai balas jasa atas tenaga atau jerih payah yang dilakukannya.
Firman Allah :
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma´ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.(QS. al-Baqarah : 232)
Rasulullah SAW bersabda :
أُعْطُوْا الاْجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ اَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ (رواه ابن ماجه
Artinya : "Berikanlah upah kepada karyawan lpekerja sebelum keringatnya k,ering". (HR. Ibnu Majah)
Upah merupakan hak pekerja yang harus dibayarkan sesuai dengan jenis pekerjeannya. Menunda-­nunda pembayaran upah tidak dibenarkan dalam ajaran Islam karena termasuk perbuatan aniaya.
Memberikan upah kepada pekerja dalam Islam hukumnya mubah (boleh). Setelah seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan untuk kepentingan orang lain maka orang yang mendapatkan jasa setelah aqad hukumnya wajib memberikan upah kepada orang yang telah memberikan jasa.
B. Manfaat Upah
1. Bagi Penerima Upah
a. Sebagai penghasilan halal karena diberikan secara ikhlas oleh pemilik pekerjaan.
b. Dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Bagi Pemberi Upah
a. Melatih sikap/mental untuk menghargai pihak lain.
b. Disenangi oleh orang lain.
c. Menjalin hubungan batin antara pemilik pekerjaan dan pekerja.

C. Kewajiban dan Hak Buruh/Pegawai
Seseorang pegawai/buruh pada hakekatnya adalah pemegang amanah majikan/pemilik perusahaan. Oleh sebab itu ia berkewajiban untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat (Q.S. An-Nisa’ : 58)

Ingat !
Tidak memberikan upah pada orang yang telah bekerja adalah perbuatan dhalim dan termasuk makan harta orang lain dengan cara bathil. Orang yang memakan harta orang lain dengan bathil diibaratkan Allah sama dengan makan api.

A. Pengertian dan Dalil Hutang Piutang
Hutang piutang (الدَّيْنُ ) adalah aqad yang dilakukan untuk memberikan sesuatu benda atau uang, dengan perjanjian akan dibayar kembali dalam jumlah dan nilai yang sama. Hutang piutang merupakan salah satu bentuk transaksi yang memerlukan waktu beberapa lama. Agar tidak terjadi lupa atau keliru, maka hendaknya dibuatkan catatan tertulis bahkan bila perlu diadakan saksi.
Firman allah SWT, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya … “ (AI Baqarah : 282)

B. Hukum Hutang Piutang
1. Hukum orang yang berhutang adalah mubah (boleh) sedangkan orang yang memberikan hutang hukumnya sunah sebab ia termasuk orang yang menolong sesamanya.
2. Hukum orang yang berhutang menjadi sunah dan hukum orang yang menghutangi menjadi wajib, jika peminjam itu benar-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan dan lain sebagainya, maka
Rasulullah SAW bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُضْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً (رواه ابن ماجه
Artinya : "Tidak ada seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali kecuali seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya dua kali". (HR. Ibnu Majah)

C. Manfaat Hutang Piutang
Hutang pihutang sangat besar manfaatnya, karena dengan hutang pihutang, seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu bagi orang yang mampu sebaiknya memberikan hutang kepada orang yang memerlukan sehingga tercipta sikap gotong royong sesama manusia.
D. Kewajiban Orang Yang Berhutang
Orang yang berhutang wajib mengembalikan hutangnya sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. apabila sampai batas waktu tersebut belum dapat mengembalikan, dia harus menyampaikan hal tersebut kepada pemberi hutang.

Ingat !!!
Islam mengajarkan kepada kita, apabila kita melakukan hutang piutang hendaklah dicatat sebagai tanda bukti


A. Pengertian dan Hukum Pinjam Meminjam
Pinjam meminjam (الْعَارِيَة ) merupakan salah satu bentuk tolong menolong dari seseorang kepada orang lain. Pengertian meminjam adalah aqad untuk memberikan manfaat dari suatu benda halal milik seseorang kepada orang lain tanpa ada tukaran tertentu dan tidak mengurangi atau merusak zat benda itu.
Pinjam meminjam hukumnya mubah bagi peminjam dan sunah bagi pemberi pinjaman karena ada unsur tolong menolong.
Firman Allah, artinya : … dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. al-Maidah : 2)
Hukum pinjam meminjam di atas dalam keadaan tertentu dapat berubah. Apabila pinjam-meminjam itu untuk hal yang sangat penting, maka hukum peminjam adalah sunah dan memberi pinjaman adalah wajib. Misalnya kelaparan. pakaian untuk menutup aurat, dan sebagainya. Juga bisa menjadi haram hukumnya jika meminjamkan sesuatu untuk kejahatan dan kemaksiatan.
B. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
1. Orang yang meminjamkan disyaratkan :
a. Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa atau anak kecil tidak sah meminjamkan
b. Benar-benar pemilik barang yang dipinjamkan.
2. Peminjam, disyaratkan :
a. Mampu berbuat kebaikan
b. Menjaga barang yang dipinjam agar tidak rusak.
3. Barang yang dipinjamkan disyaratkan :
a. Ada manfaatnya
b. Barang itu kekal/bersifat tetap, tidak habis setelah diambil manfaatnya. Oleh karena itu makanan yang setelah dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan
4. Aqad yaitu ijab qabul
C. Kewajiban Peminjam
1. Mengembalikan barang itu kepada pemiliknya jika telah selesai.
2. Mengganti apabila barang itu hilang atau rusak.
3. Merawat barang pinjaman dengan baik selama dipinjam.
D. Berakhirnya Masa Pinjaman
Pinjam meminjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada pemiliknya. Pinjam meminjam juga berakhir apabila satu dari dua belah pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam dapat meminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam meminjam bukan merupakan perjanjian yang tetap. Jika terjadi perselisihan pendapat antara yang meminjamkan dan yang meminjam barang tentang barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjamkan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan pada hukum asalnya yaitu belum dikembalikan.
E. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pinjam meminjam
Untuk melestarikan hubungan baik antara peminjam dan pemilik barang yang dipinjamkan, perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Pinjam meminjam harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik dan halal. Pinjam meminjam barang untuk perbuatan maksiat hukumnya haram.
b. Peminjam hendaknya berhati-hati dalam menggunakan barang pinjaman agar tidak menimbulkan kerusakan pada barang yang dipinjam
c. Peminjam wajib mengembalikan barang pinjaman sesuai perjanjian yang telah disepakati dengan pemilik barang
d. Apabila peminjam belum dapat mengembalikan barang pinjaman sesuai janjinya (bukan karena disengaja), peminjam seharusnya memberitahukan dan meminta maaf atas keterlambatan pengembalian barang yang dipinjam.
e. Sesuai dengan prinsip gotong royong pemilik barang sebaiknya memberi kelonggaran kepada peminjam sampai dapat mengembalikan pinjamannya.




Sumber :Tim Penyusun, Buku Ajar Fiqih Kelas IX semester ganjil, Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah, Tahun 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar